Pages

Gili Kondo: Pesona Akuarium Alami di Timur Laut Lombok

Kiranya, suatu anugerah bagi saya lahir hingga beranjak remaja di Lombok. Pulau yang memiliki banyak pantai menawan. Bahkan, cukup berkendara motor selama 20 menit, saya sampai di Labuhan Haji. Pantai yang biasa saya datangi bersama kawan-kawan. Menantikan matahari terbit sambil membersihkan paru-paru dengan udara berbumbu garam.

Selain Labuhan Haji, beberapa pantai di Lombok yang pernah saya kunjungi, antara lain: Senggigi, Kerandangan, Sekotong, Kute, Ketapang, dan Seger. Juga sebuah pulau kecil berpasir putih, berpanorama cantik, terbebas polusi, yang namanya telah mendunia: Trawangan. Gili yang bahkan telah empat kali saya datangi namun gumaman saya tetap sama, "Ini di Lombok atau luar negeri?" Ungkapan yang tak berlebihan, saya kira, saking banyaknya bule berseliweran mengalahkan jumlah pelancong lokal.


Beranjak dari frekuensi kunjungan yang cukup sering ke Gili Trawangan itulah, saya pun amat tertarik mengunjungi Gili Kondo. Bagaimana saya tidak termagnet? Banyak orang Lombok yang tidak tahu keberadaan gili ini. Di lingkup keluarga saya pun, sedikit sekali yang tahu.

Selain itu, faktor jarak juga memungkingkan saya untuk lebih cepat mencapai pulau yang masuk wilayah Kecamatan Sambelia ( Lombok Timur ) ini. Dibandingkan ke Gili Trawangan yang memakan waktu kurang lebih 4 jam dari rumah saya di Pancor, saya bisa mencapai Gili Kondo dalam waktu 2 jam. Itu sudah termasuk penyeberangan dengan perahu motor.

Bagi backpacker yang telah berada di Mataram, ibukota Nusa Tenggara Barat, harus menempuh perjalanan kurang lebih 75 km lagi untuk sampai di sini. Dari Terminal Mandalika naik engkel, sejenis bison, tujuan Labuhan Lombok. Turun di pertigaan Pasar Labuhan Lombok. Lanjut dengan carry, sejenis angkutan desa, hingga depan jalan masuk Taman Wisata Gili Lampu.

Alternatif lain, dari Terminal Mandalika, Anda berangkat pagi-pagi sekali dengan engkel tujuan Belanting, Sembalun. Ongkosnya Rp20 ribu/orang. Anda bisa diantarkan sampai depan jalan masuk Taman Wisata Gili Lampu. Lalu, jalan kakilah sekitar 30 meter ke arah kanan. Anda pun akan jumpai orang-orang yang siap mengantar ke Gili Kondo.

Urusan akomodasi, ada beberapa opsi. Menginap di Pondok Gili Lampu yang berada di areal taman wisata, kemping di Gili Kondo, atau menyewa bungalow di Gili Kondo. Di Pondok Gili Lampu, tersedia 7 kamar dengan rentang tarif Rp75 ribu hingga Rp125 ribu per malam.

Mau kemping tapi tidak bawa tenda? Tak perlu khawatir. Pak Wiyanto, pemilik Pondok Gili Lampu menyewakan tenda ukuran 5x5 m dengan sewa Rp200 ribu per malam. Anda bisa kemping di sisi timur Gili Kondo. Sore snorkeling. Malam buat api unggun sembari bakar-bakar jagung dan ikan. Lalu, paginya menyaksikan sunrise spektakuler. Untuk menikmati itu semua, Perama Tour sebagai pengelola Gili Kondo akan menarik biaya Rp50 ribu per grup kemping. Itu sudah termasuk tiket masuk dan biaya keamanan.

Nah, bagi pasangan yang ingin berbulan madu di Gili Kondo, tersedia 4 buah bungalow milik Perama Tour yang bisa Anda inapi. Semalamnya Rp500 ribu. Mahal? Relatif. Saya rasa harga tersebut sepadan dengan pengalaman romantis yang akan Anda peroleh bersama pasangan di pulau yang kini daratannya tinggal 6,7 ha ini.
  
Tak Afdhal Tanpa Snorkeling Setiba di Taman Wisata Gili Lampu, saya bersama dua kawan mengaso sebentar di salah satu berugak (beranda, bahasa Sasak). Angin pantai nan sepoi-sepoi membelai wajah kami.

Setengah jam menunggu, saya dan dua teman akhirnya naik perahu motor Bidara Island yang bisa dimuati 15 penumpang. Sayang, hanya kami bertiga penumpangnya. Sehingga kami dianggap charter dan harus membayar Rp150 ribu untuk tiga orang. Rugi sebenarnya. Karena jika memenuhi kuota 15 penumpang, kami cukup membayar Rp10 ribu – Rp15 ribu per orang. Saya sudah mencoba menawar, tapi tetap segitu. Baiklah. Tak apa. Pengalaman pertama memang sering kali amat ‘berharga’.

Butuh waktu 30 menit untuk menyeberang ke Gili Kondo. Normalnya 15-20 menit, tergantung kondisi ombak. Waktu itu, laut sedang pasang, ombaknya cukup besar. Ketersediaan pelampung di perahu cukup ampuh menggerus rasa waswas saya.

Pelan tapi pasti, perahu kami pun merapat di sisi timur Gili Kondo. Hamparan pasir putihnya laksana cermin yang memantulkan sinar matahari yang sedang tegak lurus di atas kepala. Agak menyilaukan mata. Bagusnya, visibilitas air laut pun tinggi. Jangkauan pandang ke bawah laut Gili Kondo makin jelas.

Begitu turun dari perahu, hawa yang menyengat terasa di kulit. Kendati tak bawa kacamata hitam, namun saya masih bisa tersenyum karena bawa sunblock. Sebab, agenda utama saya di Gili Kondo ini adalah snorkeling. Menguak keindahan alam bawah laut Gili Kondo. Setidaknya sunblock membantu mengurangi tingkat kegosongan kulit saya yang memang sudah matang eksotis ini.

Di salah satu dari dua berugak yang tersedia, kami letakkan barang sembari melempar pandangan ke sisi timur yang menampakkan gradasi air laut. Dari biru tua, biru muda, hijau toska, lalu semakin ke tepi makin bening. Siapa pun yang telah berada di sini, dijamin akan gatal hatinya untuk segera menyeburkan diri.

Ingin berkano? Cukup bayar Rp15 ribu, kanonya bisa Anda pakai sepuasnya. Satu lagi yang perlu dicatat, pihak Perama Tour akan menarik bayaran Rp10 ribu. Ini karcis resmi sebagai tiket masuk Gili Kondo.

Untung teman saya membawa dua alat snorkeling. Jadi, saya tidak perlu mengeluarkan Rp25 ribu lagi per satu alat snorkeling yang disewakan di situ. Kalau butuh pelampung, tinggal pinjam ke pengelola Gili Kondo, yakni Perama Tour. Cuma-cuma, kok! Saya pun tak tahan memulai snorkeling. Sendal gunung tetap saya pakai. Sebagai pengganti fins.

Pelan-pelan saya masuk ke dalam air. Aklimatisasi. Saya celupkan kepala dan edarkan pandangan. Wow! Rasa ingin tahu saya makin terkatrol. Saya ke tengah. Mendekati ikan-ikan yang berjoged riang di atas terumbu karang yang warna-warni.

Berkali-kali saya berdecak kagum. Serius, indahnya bukan main! Berdasarkan pengalaman saya snorkeling di Gili Trawangan; di Pulau Kiluan, Lampung; dan di Pulau Babi Besar, Belitong; saya berani bilang kalau koral dan terumbu karang Gili Kondo jauh lebih juara!

Bintang lautnya berpencar-pencar. Ada biru juga merah. Koralnya memamerkan warna yang lebih kaya lagi. Kuning, hijau, oranye, biru, putih, jingga, cokelat, dan lainnya. Anemonnya apalagi. Andai paham lebih banyak tentang hewan-hewan ini, ingin rasanya saya menyentuhnya. Namun, setahu saya beberapa spesies memiliki sengat. Niat itu pun saya urungkan.

Hal lain yang lebih menarik lagi adalah kontur daratan bawah laut Gili Kondo. Dari paparan yang hanya beberapa meter itu terbentuk dinding. Laiknya patahan. Datar, curam, lantas datar lagi. Di situ airnya berwarna biru gelap. Kedalamannya mencapai 15 meter. Namun, dari sisi itulah, mata saya bisa menangkap pemandangan terumbu karang yang jauh lebih bagus lagi.

Saya pun mencoba meluncur ke bawah. Menggodai ikan-ikan yang asyik berkumpul. Entah apa yang sedang mereka celotehkan. Saya tertarik ikut nimbrung. Hmmm… bisa jadi mereka menanti santapan siang.

Aha! Saya ke daratan. Mengambil buah pisang yang saya bawa sebagai sangu. Kembali saya berenang ke arah gerombolan ikan-ikan yang warna dan gerakannya saja mampu bikin mata saya melek terus. Saya hancurkan buah pisang dan taburkan di dekat mereka. Hei, mereka mendekati saya! Berkerumun. Menyambar remah-remah pisang dengan mulut mereka yang membuka dan menutup. Sungguh lucu dan menggemaskan.

Inilah cuci mata yang sesungguhnya. Pajangan Tuhan di etalase alam yang menunjukkan kemahaan-Nya.

{ 3 comments... Skip ke Kotak Komentar }

Unknown said...

baru denger... jadi pengen kesana!!

Oki said...

kok kayaknya pernah baca tulisan ini ya di Facebook. Mirip sama tulisannya Lalu Abdul Fatah...

Unknown said...

Menarik infonya, jd tertarik mau ke Gili Kondo atau Gili Lampu. Boleh diinfokan nomor kontak Pak Wiyanto atau bungalow di gili Kondo? Terima kasih. Ari. depe06@yahoo.com

Tambahkan Komentar Anda

 
Yahoo Messenger
Send Me IM!
Google Plus
Add Me To Your Circle!
Twitter
Follow Me!
Facebook
Add My Facebook
Original Template By UmakAduL - @AllrightReserved By UmakAduL 2012